
BBC MEDIA.NEWS SUKABUMI – Surat edaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Cisaat, Kabupaten Sukabumi, terkait permintaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), menuai sorotan dan menjadi viral di media sosial. Tindakan tersebut diduga menyalahi aturan yang berlaku, mengingat ketentuan CSR hanya diwajibkan bagi perusahaan berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT), bukan UMKM.
// BACA JUGA : AKHIRNYA KEPALA DESA KEBON MANGGU AKUI ADANYA KESEPAKATAN KOMPENSASI DENGAN PERUSAHAAN TAMBANG

Kepala Desa Cisaat, Iwan Setiawan, mengakui bahwa permintaan dana CSR tersebut memang dilakukan pihaknya. Bahkan, menurutnya, kebijakan serupa telah dilakukan sejak tahun 2022 berdasarkan Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur iuran rutin dari pelaku usaha di wilayahnya. Namun, karena dianggap memberatkan dan tidak banyak yang membayar, mekanisme pungutan kemudian diubah menjadi tahunan.
“Ini bukan kali pertama. Sejak 2022 sudah ada Perdes-nya, tapi tidak berjalan. Mungkin karena terasa berat, akhirnya diminta setahun sekali saja,” kata Iwan saat ditemui di kantornya, Selasa (8/4/2025). Ia juga menyebut dirinya hanya sedang ‘apes’ karena surat tersebut menjadi viral, padahal, menurut klaimnya, beberapa kepala desa lainnya juga melakukan hal serupa.
// BACA JUGA : Apa Itu LPPD? Mengapa Banyak Desa Tidak Membuka Informasinya untuk Publik?
Namun, pernyataan Iwan dibantah oleh Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Sukabumi, H. Deden Deni Wahyudin. Deden menegaskan bahwa tidak semua desa melakukan hal serupa dan pihaknya belum mendapatkan laporan ataupun berkomunikasi dengan Kades Cisaat terkait surat edaran tersebut.
“Saya pastikan tidak semua desa melakukan itu. Dan saya pun belum ada komunikasi soal surat edaran CSR itu,” tegas Deden.
Permintaan dana CSR oleh Pemdes Cisaat tersebut dinilai tidak sesuai dengan ketentuan hukum. Mengacu pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, kewajiban pengalokasian dana CSR hanya berlaku bagi PT, terutama yang bergerak di bidang yang berkaitan dengan sumber daya alam. Dengan demikian, permintaan kepada pelaku UMKM tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
// BACA JUGA : Waspada Mafia Tanah: Ancaman Nyata Bagi Masyarakat Pedesaan
Lebih jauh, penggunaan dana hasil pengumpulan CSR pun menjadi sorotan karena dinilai tidak transparan. Kepala Desa Iwan Setiawan mengklaim berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp2,4 juta dan menyatakan dana tersebut digunakan untuk membagikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada perangkat desa. Namun, pernyataan tersebut berbeda dengan keterangan salah satu perangkat desa lainnya yang menyebut bahwa dana yang terkumpul tidak lebih dari Rp500 ribu.
Sebelumnya, surat edaran bertanggal 13 Maret 2025 itu disebarkan kepada para pelaku usaha dan UMKM di wilayah Desa Cisaat. Dalam surat tersebut, Pemdes meminta para pelaku usaha menyisihkan sebagian dari keuntungan usahanya untuk dana sosial.
“Dalam rangka merealisasikan program dana CSR bagi perusahaan dan UKM di wilayah desa Cisaat, dengan ini kami memohon kepada bapak/ibu perusahaan/UKM menyisihkan sebagian dana sosial dari profit usahanya masing-masing,” bunyi kutipan dalam surat edaran tersebut.
// BACA JUGA : Maraknya Kasus Korupsi Dana Desa, Pengawasan Perketat Pemerintah
Kasus ini kini menjadi perhatian publik dan diharapkan menjadi evaluasi bagi pemerintah desa lainnya agar dalam menjalankan program tidak keluar dari koridor hukum serta menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas.
//Iing Indra / Rizky
5 thoughts on “PERMINTAAN DANA CSR OLEH PEMDES CISAAT DIDUGA MENYALAHI ATURAN : PENGGUNAAN NYA PUN TIDAK TRANSPARAN”