
BBC MEDIA.NEWS – LIFESTYLE – Dalam kehidupan sosial modern yang sarat akan digitalisasi, menjaga dan membangun moral menjadi salah satu tantangan terbesar masyarakat masa kini. Media sosial, kecanggihan teknologi, serta arus informasi yang nyaris tanpa filter menjadikan nilai-nilai etika semakin tergerus.
// BACA JUGA : Polisi Diserang dan Tiga Mobil Dibakar di Depok, Enam Orang Ditangkap: Empat Masih Buron
Namun di tengah tantangan itu, muncul banyak inisiatif positif yang membuktikan bahwa moralitas tetap bisa ditanam dan ditegakkan di dunia digital.
Salah satunya datang dari gerakan #EtikaDigital yang digagas sekelompok pemuda di Bandung. Mereka aktif mengampanyekan literasi digital beretika, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya berpikir kritis, empatik, serta menjunjung nilai kejujuran dalam interaksi daring.
// BACA JUGA : CAMAT SUKARAJA AKAN LAKUKAN PEMBINAAN TERHADAP PEMERINTAH DESA SELAWANGI
“Di era sekarang, batas antara benar dan salah bisa kabur. Kita harus menjadi agen moral di dunia maya, sama seperti kita di dunia nyata,” kata Amanda Pratiwi, salah satu penggagas gerakan tersebut.
Sosiolog Universitas Indonesia, Dr. Herman Latupono, menyebut bahwa era digital menuntut moral agility, yakni kemampuan menyesuaikan nilai moral dengan cepat tanpa kehilangan prinsip dasar kemanusiaan. “Empati, tanggung jawab, dan kejujuran harus terus dipelihara, bahkan ketika kita bersembunyi di balik layar,” ujarnya.
Lebih dari sekadar reaksi terhadap konten viral, membangun moral di era digital adalah tentang menciptakan budaya berpikir yang sehat, peduli, dan konstruktif. Tidak hanya individu, institusi seperti sekolah, keluarga, dan pemerintah juga ditantang untuk membentuk ekosistem digital yang mendukung nilai-nilai luhur.
Kini, yang dibutuhkan adalah sinergi: antara edukasi, regulasi, dan keteladanan. Era digital memang tak terhindarkan, tapi membentuk manusia yang tetap bermoral adalah pilihan dan tanggung jawab bersama.
INDRA/NANDAR