
BBC MEDIA.NEWS – BANDUNG – Dunia pendidikan di Provinsi Jawa Barat kembali menjadi sorotan setelah data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 8.000 siswa tercatat mengalami putus sekolah hingga pertengahan tahun 2025. Angka ini tersebar di berbagai wilayah, mulai dari daerah perkotaan hingga pelosok pedesaan.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Dr. H. Dedi Sutardi, mengungkapkan bahwa fenomena ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi keluarga, minimnya fasilitas pendidikan di daerah terpencil, serta dampak jangka panjang pandemi yang masih terasa hingga saat ini.
// BACA JUGA : Mayjen TNI Rido Hermawan, M.SC : TANGKUBAN PARAHU BUKAN SEKADAR GUNUNG, TAPI NYAWA BUDAYA SUNDA
“Banyak anak-anak yang terpaksa membantu orang tua bekerja setelah pandemi. Belum lagi keterbatasan akses teknologi di daerah tertentu membuat pembelajaran daring dulu tak maksimal,” ujar Dedi dalam konferensi pers di Gedung Sate, Bandung, Selasa (24/6).
Salah satu wilayah yang mengalami angka putus sekolah tertinggi adalah Kabupaten Garut dan Sukabumi. Di wilayah tersebut, minimnya jumlah sekolah lanjutan serta kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan menjadi penyebab utama.
// BACA JUGA : RUMAH WARGA DESA WARNASARI KECAMATAN SUKABUMI MEMPRIHATINKAN, PEMDES : KALAU AMBRUK LAPORAN SAMA BPBD
Pemerintah Provinsi Jawa Barat kini tengah menyusun sejumlah strategi untuk menekan angka putus sekolah ini. Program seperti “Sekolah Mengunjungi”, bantuan biaya pendidikan, hingga kerjasama dengan sektor swasta mulai digalakkan kembali.
“Kami mengajak semua pihak, termasuk perusahaan dan komunitas lokal, untuk berperan aktif. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama,” tambah Dedi.
Selain itu, dinas pendidikan juga akan mengoptimalkan fungsi PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) sebagai solusi pendidikan alternatif bagi siswa yang sudah terlanjur keluar dari jalur formal.
// BACA JUGA : WARGA MISKIN PANIK DIKEJAR TAGIHAN RP.47 JUTA OLEH RSUD R.SYAMSUDIN. SH ( BUNUT )
Pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Dr. Nenden Suryani, menyebut bahwa pendekatan berbasis komunitas dan kultural bisa menjadi cara yang efektif. “Bukan hanya soal biaya, tapi pendekatan sosial harus dikuatkan,” katanya.
Dunia pendidikan di Jawa Barat kini berada di persimpangan. Tantangannya besar, namun harapan masih ada. Dengan sinergi antar elemen masyarakat, pendidikan yang merata dan inklusif bukanlah hal yang mustahil.
INDRA/RZ