
BBCMedia News – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memiliki tugas besar dalam membuat kebijakan yang berdampak langsung pada rakyat. Namun, ada satu kebiasaan yang kerap menjadi sorotan: rapat tertutup yang dilakukan bahkan dalam pembahasan kebijakan publik.
Masyarakat sering bertanya-tanya, mengapa harus tertutup? Bukankah kebijakan yang menyangkut rakyat seharusnya dibahas secara terbuka? Dalam demokrasi, keterbukaan adalah kunci utama dalam membangun kepercayaan publik. Namun, dengan adanya banyak rapat tertutup di DPR, muncul kekhawatiran bahwa kebijakan justru dibuat di balik layar tanpa pengawasan masyarakat.
Mengapa DPR Sering Menggelar Rapat Tertutup?
Secara umum, rapat tertutup memang diperbolehkan dalam beberapa kondisi, seperti ketika membahas keamanan nasional, intelijen negara, atau strategi diplomasi internasional. Namun, di Indonesia, banyak rapat tertutup justru terjadi dalam pembahasan yang seharusnya bisa diakses publik, seperti:
- Pembahasan Anggaran Negara – Ke mana uang rakyat akan dialokasikan? Seberapa transparan alokasi anggaran untuk proyek pemerintah?
- Pemilihan Pejabat Publik – Mengapa pemilihan pejabat strategis sering dilakukan tanpa pengawasan publik?
- Revisi Undang-Undang – Mengapa revisi UU yang berdampak luas pada rakyat tidak dibahas secara terbuka?
Salah satu contoh yang menjadi kontroversi adalah pembahasan revisi UU KPK dan Omnibus Law, di mana banyak bagian dari prosesnya dilakukan secara tertutup tanpa partisipasi publik yang memadai.
Pihak DPR sering berdalih bahwa rapat tertutup dilakukan untuk menjaga efektivitas diskusi dan menghindari tekanan dari pihak luar. Namun, alasan ini justru menimbulkan pertanyaan besar: jika yang dibahas adalah kepentingan rakyat, mengapa rakyat tidak boleh tahu prosesnya?
Kebijakan Publik Harus Dibahas Secara Transparan
Dalam sistem demokrasi, kebijakan publik adalah hak masyarakat. Artinya, setiap keputusan yang berdampak pada rakyat harus dibuat secara terbuka dan bisa diakses publik.
Mengapa transparansi dalam rapat DPR itu penting?
- Meningkatkan kepercayaan publik – Jika masyarakat tahu bagaimana keputusan dibuat, mereka akan lebih percaya pada pemerintah.
- Mencegah penyalahgunaan wewenang – Rapat tertutup berisiko membuka celah untuk praktik korupsi dan kepentingan kelompok tertentu.
- Memastikan kebijakan yang lebih baik – Ketika publik ikut mengawasi, keputusan yang dibuat cenderung lebih adil dan mengakomodasi kepentingan rakyat.
Sebagai contoh, di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Swedia, banyak sidang parlemen bisa diakses publik melalui siaran langsung, sehingga masyarakat bisa mengawasi jalannya diskusi.
Indonesia sebenarnya juga memiliki Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP No. 14 Tahun 2008), yang menegaskan bahwa:
“Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik.”
Namun, dalam praktiknya, akses terhadap informasi sering kali dibatasi, dan rapat DPR yang seharusnya bisa dibuka justru ditutup dari pengawasan publik.
Dampak Rapat Tertutup bagi Masyarakat
Ketika terlalu banyak rapat tertutup dilakukan di DPR, dampak negatifnya bisa sangat besar:
- Rakyat kehilangan hak untuk tahu bagaimana kebijakan dibuat.
- Minimnya transparansi membuka peluang untuk kepentingan politik tertentu.
- Keputusan yang diambil bisa tidak mencerminkan aspirasi masyarakat.
Banyak kebijakan yang baru diketahui publik setelah disahkan, sehingga masyarakat tidak punya kesempatan untuk memberikan masukan atau kritik sejak awal. Ini bertentangan dengan prinsip demokrasi yang mengutamakan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Apa yang Bisa Dilakukan Masyarakat?
Sebagai warga negara, kita memiliki hak untuk menuntut transparansi dari DPR RI. Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah:
- Mendesak keterbukaan informasi – Melalui petisi, media sosial, atau advokasi, masyarakat bisa menuntut keterbukaan dalam pembahasan kebijakan publik.
- Mengawasi wakil rakyat – Pantau rekam jejak anggota DPR melalui media dan platform pemantau parlemen seperti MAKNA DPR atau FITRA.
- Menggunakan hak suara dengan bijak – Pilih wakil rakyat yang benar-benar berpihak kepada kepentingan publik dan berkomitmen terhadap transparansi.
- Menyuarakan aspirasi – Diskusi publik, forum akademik, dan media bisa menjadi sarana untuk menekan DPR agar lebih transparan.
Jika DPR RI benar-benar bekerja untuk rakyat, maka tidak ada alasan untuk menutup rapat-rapat yang membahas kebijakan publik. Keterbukaan bukanlah ancaman, melainkan cara terbaik untuk memastikan kebijakan yang dibuat benar-benar mengakomodasi kepentingan rakyat.