
Dana Moneter Internasional (IMF) baru saja merilis proyeksi terbaru terkait pertumbuhan ekonomi global. Dalam laporan tersebut, IMF memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap berada di bawah 5% hingga tahun 2026.
Tekanan Global Hambat Laju Ekonomi Nasional
Menurut IMF, beberapa faktor eksternal menjadi penyebab utama perlambatan ini. Ketidakpastian ekonomi global, ketegangan geopolitik, serta volatilitas harga komoditas disebut berdampak langsung terhadap stabilitas ekonomi di kawasan Asia, termasuk Indonesia.
Sementara itu, dalam negeri, tekanan terhadap daya beli masyarakat serta tantangan fiskal turut memperlambat laju pertumbuhan. IMF memproyeksikan, pada tahun 2025, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh sekitar 4,9% dan sedikit meningkat menjadi 4,95% pada 2026.
Pemerintah Optimis, Siapkan Strategi Pemulihan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam menghadapi situasi ini. Ia menegaskan, berbagai strategi pemulihan ekonomi tengah disiapkan, mulai dari mendorong investasi, memperkuat sektor industri dalam negeri, hingga mempercepat transformasi ekonomi berbasis digital.
“Pemerintah terus menjaga keseimbangan antara fiskal dan moneter agar tetap adaptif terhadap perubahan global, ujarnya.
Selain itu, berbagai insentif untuk pelaku usaha juga digulirkan, dengan harapan dapat memperluas lapangan kerja dan menjaga pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
//Baca Juga : Serangan Israel di Gaza: 40 Tewas, Hamas di Kairo
Analis Minta Langkah Konkret Jangka Panjang
Di sisi lain, analis ekonomi mengingatkan pentingnya upaya jangka panjang yang berkelanjutan. Menurut mereka, menjaga inflasi tetap terkendali, meningkatkan produktivitas nasional, serta memperluas diversifikasi ekspor menjadi kunci agar Indonesia mampu bertahan di tengah ketidakpastian dunia.
Tanpa langkah nyata, perlambatan pertumbuhan ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap target-target pembangunan nasional di masa depan.
//Sumber : CNBC INDONESIA
1 thought on “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi di Bawah 5% hingga 2026”