
BBC MEDIA.NEWS SUKABUMI – Kasus mengejutkan terjadi di Desa Selawangi, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, di mana pemerintah desa menerbitkan surat keterangan kematian terhadap salah satu warganya yang ternyata masih hidup dan bekerja di luar negeri. Surat tersebut disebut-sebut dibuat atas permintaan mantan suami korban
//BACA JUGA : AKHIRNYA KEPALA DESA KEBON MANGGU AKUI ADANYA KESEPAKATAN KOMPENSASI DENGAN PERUSAHAAN TAMBANG
Insiden ini terungkap pada Maret 2025 saat pihak keluarga dimintai klarifikasi oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Sukabumi. Keluarga sontak terkejut dan mengecam kelalaian pemerintah desa yang telah menyebabkan kebingungan serta potensi masalah hukum dan administrasi bagi korban yang masih hidup.

Namun, yang lebih mengejutkan adalah pernyataan Ririn Rintawati, Sekretaris Desa Selawangi, yang menandatangani surat kematian tersebut. Saat dimintai tanggapan, Ririn menolak untuk meminta maaf kepada korban maupun keluarga.
//BACA JUGA : Maraknya Kasus Korupsi Dana Desa, Pengawasan Perketat Pemerintah
“Kami di sini hanya membuat surat keterangan berdasarkan permintaan mantan suaminya yang dengan lengkap membawa kartu keluarga yang asli beserta surat keterangan dari RT di tempatnya,” ujar Ririn saat ditemui di kantornya, Rabu (9/4/2025).
Ririn bahkan menambahkan bahwa pihaknya merasa tidak perlu meminta maaf karena korban sudah tidak lagi tercatat sebagai warga Desa Selawangi menurut data dari Disdukcapil, melainkan warga Kota Sukabumi.
Melihat kronologi kasus, ada indikasi kuat bahwa pihak-pihak terkait di pemerintahan desa tidak menjalankan verifikasi data secara cermat dan menyeluruh, serta telah bertindak gegabah dalam menerbitkan dokumen resmi. Pemerintah Desa Selawangi, dalam hal ini Sekdes Ririn Rintawati dan pihak-pihak terkait, patut diduga telah menyalahgunakan kewenangannya dengan menerbitkan dokumen tanpa dasar hukum dan verifikasi faktual yang memadai.
//BACA JUGA : KDM Soroti Tambang Perusak Lingkungan di Simpenan Sukabumi Saat Panen Raya
Dilihat dari kacamata Hukum : Dalam konteks hukum Indonesia, penerbitan dokumen yang mengandung informasi tidak benar, apalagi menyangkut status hidup atau mati seseorang, berpotensi melanggar berbagai ketentuan perundang-undangan. Beberapa pasal yang relevan antara lain:
UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, khususnya Pasal 95A ayat (2), menyatakan: “Setiap orang yang dengan sengaja memberikan data atau informasi palsu untuk penerbitan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah).”
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat: “Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat: “Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan, memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”
//BACA JUGA : PERMINTAAN DANA CSR OLEH PEMDES CISAAT DIDUGA MENNYALAHI ATURAN : PENGGUNAAN NYA PUN TIDAK
Pernyataan Ririn ini menuai reaksi keras dari masyarakat. Banyak yang menilai sikap tersebut tidak mencerminkan tanggung jawab sebagai pejabat publik dan tidak layak menjadi pelayan masyarakat. Penolakan untuk meminta maaf atas kesalahan administrasi yang sangat krusial ini memperlihatkan kurangnya empati serta lemahnya integritas birokrasi di tingkat desa.
Keluarga korban saat ini menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah Desa Selawangi dan menunggu adanya pencabutan serta perbaikan surat keterangan yang telah diterbitkan. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada permintaan maaf resmi atau surat pembatalan yang dikeluarkan pemerintah desa.
//BACA JUGA : Apa Itu LPPD? Mengapa Banyak Desa Tidak Membuka Informasinya untuk Publik?
Kasus ini menjadi sorotan penting akan lemahnya verifikasi dalam penerbitan dokumen penting oleh pemerintah desa, serta urgensi pembenahan tata kelola pelayanan publik agar tidak merugikan warga secara sepihak.
Iing Indra/Ghaziya Zenna
Kasihan. Orang hidup dianggap mati.
Tidak profesional pelayan masyarakat ini.