
1699090272
Sukabumi-BanyakBerita.com -Polemik penahanan ijazah akibat tunggakan SPP di MAN 1 Cibadak Sukabumi terus menjadi perbincangan hangat di media sosial. Banyak pihak mempertanyakan dasar aturan yang digunakan madrasah dalam menerapkan sumbangan pendidikan secara rutin dan mengikat.
Dalam klarifikasinya pada Senin (10/2/2025), Ade nasrulah Kepala MAN 1 Cibadak menegaskan bahwa kebijakan SPP bulanan yang diterapkan telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2020.
“Kami menerapkan SPP bulanan berdasarkan PMA 16 Tahun 2020, yang mana di Pasal 11 disebutkan bahwa komite madrasah boleh menerima sumbangan rutin berdasarkan kesepakatan,” ujarnya.
Namun, pernyataan tersebut justru menuai banyak pertanyaan dari orang tua siswa. Mereka menilai kebijakan ini hanya akal-akalan untuk membebani wali murid dengan pungutan yang mengikat. Orang tua siswa menyebut bahwa MAN 1 Cibadak menerapkan DSP bulanan senilai Rp125.000 per siswa, dan kebijakan ini disebut-sebut berasal dari keputusan bersama antara pihak madrasah dan Ketua Komitenya saat itu, H. Dedi Damhudi Damhudi.
Menanggapi hal ini, Dedi Damhudi yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPC PPP Kabupaten Sukabumi, menegaskan bahwa dirinya sudah tidak lagi menjadi Ketua Komite MAN 1 Cibadak sejak menjabat sebagai anggota dewan
“Saya tidak lagi menjadi ketua komite semenjak menjadi dewan,” ujar Dedi saat dihubungi Selasa (11/2/2025).
Pernyataan Dedi Damhudi ini terkesan melepaskan tanggung jawab dari kebijakan yang diambil khususnya DSP bulanan.pasalny walaupun dirinya tidak lagi menjabat ketua komite madrasah pada saat ini, tetapi kebijakan membayar DSP bulanan itu kebijakan dirinya sewaktu masih belum menjabat sebagai anggota dewan
merujuk pada PMA 16 Tahun 2020 Pasal 11, memang disebutkan bahwa komite madrasah boleh menerima sumbangan rutin dari orang tua atau wali siswa berdasarkan kesepakatan. Namun, aturan ini hanya berlaku untuk madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat
Sejumlah orang tua siswa menduga bahwa pihak madrasah maupun komite sengaja menggunakan aturan tersebut untuk mencari keuntungan, dengan membebankan pungutan kepada siswa secara rutin dan mengikat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada kejelasan lebih lanjut mengenai legalitas kebijakan tersebut serta bagaimana kemenag selaku yang menaungi madrasah untuk mengatasi masalah ini.
Indra/dany